JAKARTA, - Masalah pergulaan nasional diakibatkan oleh tidak seimbangnya antara penawaaran dan permintaan. Seringkali terjadi kekurangan pasokan sementara permintaannya lebih banyak.
Kemampuan pemerintah menangani manajemen pergulaan nasional belum memperlihatkan adanya perbaikan dari tahun ke tahun. Kemampuan pemerintah menangani mulai dari produksi, perdagangan, hingga distribusinya belum begitu baik.
"Setiap tahun permasalahannya sama, seperti ritual tahunan saja. Pasokan kurang, harga tinggi, tuding menuding terjadi antara lembaga-Kementerian-PTPN- dan produsen gula rafinasi, sudah 6 tahun tidak bisa tertangani dengan baik," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur di Jakarta, Jumat (6/7/2012).
Menurut Natsir, kemampuan PTPN sebagai produsen gula terbesar untuk melayani kebutuhan gula nasional jauh dari harapan. Dewan Gula Indonesia (DGI) sebagai lembaga yang menghimpun pelaku pergulaan nasional juga tidak mampu menjalankan fungsinya, ditambah lagi fungsi pengawasan Panja Gula DPR yang kurang optimal, dan KPPU sulit membongkar kartel gula.
Sanksi perembesan gula kristal rafinasi oleh Kemenperin dan Kemendag dinilai tidak transparan dan tida k tegas, sehingga akhirnya mengakibatkan kebutuhan gula di daerah sulit terpenuhi dan harga yang tinggi.
Kebutuhan gula setiap provinsi bervariasi antara 50.000 ton sampai 150.000 ton, pengaturan gula masih sentralistik dari pemerintah pusat. "Inilah kompleksitas carut marut pergulaan nasional, sehingga selalu menjadi bahan spekulasi," ungkap Natsir.
Untuk mengurangi permasalahan pergulaan nasional, kata Natsir, ada beberapa hal yang harus menjadi fokus perhatian, antara lain pengadaan gula komsumsi untuk kebutuhan daerah perlu diatur oleh Pemda, Kadin dan Apegti, apakah pengadaannya dari dalam negeri atau impor.
Distribusi ke konsumen harus diawasi pemda. Pemda juga harus bertanggung jawab kalau terjadi kelangkaan dan harga gula yang tinggi. Pemerintah pusat hanya mengatur kebutuhan alokasi nasional tiap daerah.
Kedua, Kemenperin agar membuka izin industri gula rafinasi di kawasan timur indonesia (KTI), sehingga pelaku gula yang lain bisa berinvestasi membangun industri gula rafinasi. Sudah saatnya produsen gula rafinasi di KTI yang sudah ada selama ini tidak dilindungi lagi.
Ketiga, kebutuhan gula komsumsi untuk daerah perbatasan melalui impor dari negara tetangga harusnya dapat terpenuhi, sehingga NKRI tetap terjadi, masyarakat perbatasan jangan dibebani dengan urusan yang sulit untuk me ngatasi kebutuhan pangan gula.
"Saya kira pemerintah pusat memahami persoalan gula nasional, namun keinginan untuk membenahi pergulaan nasional tidak mampu, karena sarat dengan kepentingan, dan peran pemerintah pusat sangat besar," kata Natsir.
Orignal From: Kadin: Benahi Pergulaan Nasional